KISAH LARRY DAN SERGEY; PENDIRI GOOGLE

KISAH LARRY DAN SERGEY; PENDIRI GOOGLE

KISAH LARRY DAN SERGEY; PENDIRI GOOGLE
Pendiri Google, mesin pencari terbesar di dunia

“Kadang-kadang cara terbaik membumikan sebuah temuan bukan dengan menuliskan sebuah makalah, melainkan langsung menerapkan teknologi yang Anda yakini dan membuat sesuatu dengan teknologi itu.” Itulah persisnya yang dilakukan Larry Page dan Sergey Brin dengan Google.


Let’s Google and giggle

Perkenalan pertama saya dengan Google adalah ketika kuliah tahun-tahun pertama, sekitar tahun 2000.

Saat itu, dosen Teknologi Informasi kami yang sangat menarik dan menyenangkan, Ibu Utami Hariyadi, menjadikan ruang kantornya sebagai ruang kelas untuk mahasiswanya, yaitu di lantai 10 gedung PriceWaterHouse Cooper, yang berlokasi di Kuningan.

Di situ ia memperkenalkan yang namanya search engine atau mesin pencari, dan mesin pencari itu adalah Google. Dia mengajarkan tips-tips pencarian di Google dan fasilitas-fasilitasnya. Katanya, kita bisa mencari apa saja, siapa saja, kapan saja, di mana saja. Hebat sekali.

Oh iya, beliau juga memperkenalkan Ask Jeeves, di mana kita bisa bertanya dengan kalimat lengkap kepada mesin pencari ini. Misalnya, kita dapat mengetik, “Why America loves war?” dan Jeeves, tokoh kartun berwujud pelayan Inggris itu akan memberikan fakta-fakta sejarah Amerika kepada kita.

Atau, “Where is Bali?” dan muncullah geografi Indonesia di sana. Tapi Ask Jeeves hanya menerima pertanyaan dengan bahasa Inggris, jadi tentu menjadi kurang populer bagi kami yang bahasa Inggrisnya pas-pasan. Google-lah yang segera menjadi favorit. Lagipula, kami hanya menggunakan Yahoo dan MSN (Hotmail) untuk e-mail, bukan untuk browsing.

Jadi, satu-satunya tempat mencari informasi di internet adalah Google. Memang terasa sekali bahwa loading Google sangat cepat dibanding yang lain (tentu karena desainnya yang polos, tak ada iklan yang berkedap-kedip), dan memberikan hasil yang memuaskan.

Saya mengandalkan Google untuk apa saja. Tugas kuliah, mencari tau jadwal film, jadwal festival dan acara-acara lainnya di Jakarta, mencari teman (baik teman lama, atau pun teman virtual), mencari resep masakan, inspirasi desain, inspirasi menulis, dan kalau sudah dapat inspirasinya, mencari data-datanya, artikel koran, majalah, artikel ilmiah, segala macam pokoknya.

Google memberi kita apa saja yang kita mau, dengan cepat dan tepat. Skripsi saya sendiri berusaha memeringkat buku dan pengarang bidang filsafat menggunakan analisis sitiran (kutipan), dengan teknik sederhana.

Jadi saya menghitung berapa banyak suatu buku dikutip dan siapa pengarang yang paling banyak dikutip oleh tesis dan disertasi di program pascasarjana kampus saya.

Dari situ, bisa diketahui bahwa buku A dan pengarang B adalah karya yang dianggap penting dalam bidang filsafat, karena paling sering dikutip oleh kelompok sampel yang saya teliti. ”... Sebuah karya ilmiah yang banyak dikutip, mengandung arti bahwa karya itu penting, sebab banyak orang lain merasa perlu menyebutkannya.” (Larry Page) Semacam itulah teori dasar dari PageRank Google.

Mereka memeringkat informasi berdasarkan yang paling banyak disebut atau di-link orang di internet. Hanya saja mereka melakukannya dalam skala masif (di skripsi saya hanya menghitung ratusan buku sampai teler rasanya berbulan-bulan, sementara Google memeringkat milyaran bahkan trilyunan data di internet, diolah menjadi informasi yang akurat hanya dalam waktu kurang dari 30 detik).

Ditambah dengan teori-teori matematika yang sangat rumit, dengan teknologi yang super canggih, dan tentu saja tekad yang luar biasa bulat. Dan kemudian Google juga membedakan hasil peringkat berdasarkan siapa yang mengutip.

Kalau yang me-link adalah blog saya yang tidak terkenal ini, maka bobot linknya akan biasa-biasa saja. Tapi kalau yang memberi link adalah situs top seperti Yahoo misalnya, maka link itu akan dihitung cukup berbobot.

Cukup adil, bukan?! Tapi rupanya, di tahun 1998, tak ada yang menyangka bahwa di awal millenium baru, pencarian informasi menjadi kebutuhan dasar manusia. Saat itu, Larry dan Sergey, mahasiswa pascasarjana Universitas Stanford, sudah menawarkan sistem pencarian PageRank a la Google ini kepada AltaVista, Excite, dan juga Yahoo, dijual seharga 1 juta dolar, tapi mereka semua menolak.

Yahoo rupanya tidak ingin penggunanya cepat mendapatkan informasi yang mereka inginkan. Yahoo justru ingin membuat orang berlama-lama di dalam situsnya, supaya sempat melihat-lihat iklan dan fitur-fitur Yahoo lainnya. Jadi, cara kerja Google yang menginginkan orang mendapatkan informasi dengan cepat dan tepat tidak cocok bagi Yahoo.

Maka tak lama kemudian Larry dan Sergey cuti dari kuliah program Doktornya, dan mendirikan perusahaan sendiri, Google Inc. Tak dinyana, dua tahun kemudian, tahun 2000, Google bisa menghasilkan laba 7 juta dolar setahun.

Tahun 2004 labanya meningkat menjadi 12 juta dolar sebulan. Dan di tahun 2005, keuntungan mereka 2 juta dolar sehari. Dan meningkat terus tiap tahun sampai sekarang.

Tujuan Utama Bukan Uang Yang paling menarik dari Google Guys ini, mereka sejak awal tidak menjadikan uang sebagai tujuan utama. ”Mereka betul-betul digerakkan oleh sebuah visi tentang bagaimana seharusnya sesuatu bekerja, dan bukan untuk mencari uang.”

(Prof. Dennis Allison, dosen Stanford) Tahun 1999, saat mereka mendapatkan investor yang bersedia mengucurkan 25 juta dolar (jumlah yang betul-betul tidak diperoleh dengan mudah), mereka belum memasang space iklan di Google.

Bahkan mereka belum benar-benar yakin akan mendapat uang dengan cara bagaimana dengan Google. Baru setahun kemudian, datanglah Eric Schmidt sebagai CEO, yang mendorong keras agar Google segera menjadi bisnis yang menguntungkan, dan cara yang paling masuk akal, tentu melalui iklan.

Berbeda dengan paham kapitalis yang dianut Yahoo pada waktu itu, yaitu iklan yang membayar paling banyak akan diletakkan di urutan teratas, sistem Google lebih sosialis. Google memeringkat iklan berdasarkan dua faktor: harga yang diinginkan oleh pemasang iklan, dan seberapa sering pengguna komputer mengklik iklan tersebut.

Jadi, bahkan misalnya sebuah perusahaan menawar paling tinggi untuk sebuah kata kunci tertentu, jika konsumen tidak mengklik iklannya, iklan itu akan turun ke urutan yang lebih rendah. Sekali lagi, cara-cara Google terasa cukup adil. Mereka memberi kesempatan kepada para pengguna untuk ikut berperan dalam pemberian peringkat.



Sumber: David A. Vise dan Mark Malseed. Kisah Sukses Google (The Google Story). Jakarta: Gramedia, 2006.





---------------
Article Source: http://www.kompasiana.com - Penulis: Rina Nazrina
Image Source : http://www.dailymail.co.uk


No comments